Aangedryf deur Blogger.

Remaja Korban Cyberharassment Berisiko Alami Gangguan Mental


Sekilas, cyberharassment dianggap hal yang wajar saja.  Tapi jangan remehkan, jika terjadi pada anak remaja maka bisa memicu gangguan kesehatan mental, lho. Dalam jurnal Archives of General Psychiatry pernah disebutkan bahwa korban cyberharassment usia remaja lebih banyak mengalami problem psikis dan fisik sekaligus.
Cyberharassment didefinisikan sebagai serangan agresif, insensif, yang terjadi berulangkali melalui ponsel, komputer, atau media elektronik lain, di mana korban tidak dapat membela dirinya sendiri. Dalam sebuah survei di Amerika pada anak remaja usia 10-17 tahun, sebanyak 12% mengaku pernah berlaku agresif terhadap orang lain secara online, sementara 4% menjadi target serangan, dan 3% pernah menyerang sekaligus juga menjadi korban.
Ada beberapa perbedaan antara cyberharassment dengan harassment atau serangan di dunia nyata. Jika harassment di dunia nyata si korban bisa membela diri dengan lari, mengelak, atau membalas, maka tidak demikian dengan cyberharassment. Maka cyberharassment disebut lebih meninggalkan luka psikis lebih parah daripada harassment biasa. Seorang korban cyberharassment sulit mengelakkan diri dari sasaran, sebab dilakukan secara tidak langsung. Ia bisa terus menerus diserang memalui ponsel atau komputernya secara online. Bahkan ketika ia memutuskan hubungan dengan peranti itu, serangan masih terus berlangsung, dan disaksikan publik, jika si penyerang melakukannya di social media atau forum online.  Korban akan mendapat kabar tidak sedap, dicap buruk oleh teman-teman online yang mengetahui serangan itu. Jika penyerangnya melakukan secara anonym, maka korban sulit untuk membalasnya.
Sementara itu, Andre Sourander, M.D., Ph.D., dari Turku University, Turku, Finland, dan timnya menyebarkan kuesioner ke 2438 orang remaja Finlandia berusia antara 13-16 tahun. Sebanyak 90,9% dari mereka mengembalikan kuesioner tersebut. Sebanyak 4,8% mengaku pernah menjadi korban cyberharassment, 7,4 melakukan cyberharassment dan 5,4% mengalami keduanya sekaligus.
Remaja yang menjadi korban cyberharassment mengaku mengalami masalah emosi, sulit berkonsentrasi, berperilaku, dan bergaul dengan orang lain. Mereka juga menderita sulit tidur, sering sakit kepala, merasa tidak aman di sekolah.  Sementara pelaku cyberharassment hamper mengalami gejala serupa, tapi ditambah dengan kebiasaan merokok dan minum minuman keras.
“Perasaan tidak aman pada korban cyberharassment lebih parah dibandingkan dengan harassment yang terjadi di dunia nyata. Pada harassment nyata, korban merasa aman ketika sudah sampai di rumah, tapi korban cyberharassment merasa terancam terus menerus,” demikian menurut studi tersebut.
Mereka merekomendasikan agar para pembuat kebijakan, kalangan pendidik, orang tua, serta para remaja sendiri lebih mewaspadai pengaruh berbahaya dari cyberharassment yang belakangan makin marak terjadi.
Sumber artikel ScienceDaily:.Com
Blogger Dampak, Online

3 Tips Jitu Hadapi Cyberharassment

Cyberharassment, atau penghinaan di dunia maya kini makin sering terjadi.  Bukan tidak mungkin kelak kita atau orang terdekat kita mengalaminya sendiri. Makin sering kita berinteraksi dengan banyak orang di internet, makin besar potensi kita menjadi korban harassment  Memang sih, kita selalu berusaha berbuat baik pada semua teman-teman maya kita. Hanya masalahnya cyberharassment bisa terjadi begitu saja, di luar kontrol.  Mulai dari sekadar ngetwit di linimasa Twitter, sampai posting komentar di Facebook atau milis, dapat saja memicu cyberharassment dari pihak yang tidak suka dengan kita.
Apa yang harus dilakukan jika kita menjadi korban cyberharassment? Ada 3 langkah yang bisa dilakukan, sesuai dengan seberapa parah cyberharassment itu dialami.
  1. Putuskan komunikasi
Blok dulu akun si pelaku cyberharassment. Dengan begitu mereka tidak akan dapat meneruskan serangannya.  Kalaupun kita diserang, tidak perlu kita ketahui. Dengan begitu kita bisa menenangkan diri tanpa perlu diganggu lagi.  Jika si pelaku cyberharassment tahu usahanya sia-sia, maka ia akan menghentikan aksinya. Mungkin dia akan menggunakan akun lain untuk meneruskan serangan, tapi setidaknya kita bisa lebih waspada.
2.   Siap mengajukan keluhan
Ada fitur “report abuse” pada Facebook dan Twitter, ini dapat membuat si akun pelaku terblokir.  Atau minta bantuan teman-teman untuk bersama-sama mengklik tombol “report as spam” pada Twitter agar si pelaku dideaktivasi oleh admin Twitter.  Jika serangan datang melalui email, kita dapat melaporkannya ke penyedia layanan tempat si pelaku cyberharassment mengakses Internet.
  1. Ambil tindakan hukum
Masih belum cukup? Bahkan si pelaku cyberharassment sudah berlaku lebih jauh lagi dengan meneruskan serangan dan menjelekkan dirimu di forum publik? Jika merasa benar, jangan takut untuk mengambil jalur hukum. Hubungi teman atau orang yang memahami aspek hukum, dan coba bicara dengan mereka, tindakan apa yang tepat.
Nah, mudah bukan? Yang penting, dalam menyikapi cyberharassment kita jangan sampai terpancing secara emosi, agar kondisi tidak bertambah parah. Hadapi semua dengan kepala dingin, jangan membuat masalah baru.
Blogger Online, Tips

Hanya 1 dari 10 Ortu yang Peduli Cyberharassment

Saking memaki, mengejek, menghina, bahkan mengancam di dunia maya, kini semakin sering dilakukan anak-anak dan remaja. Semua tindakan tersebut dikenal dengan istilah cyberharassment. Dengan makin banyaknya jumlah anak-anak dan remaja yang mengakses internet, otomatis makin besar pula potensi terjadi cyberharassment.
Menurut studi terbaru McAfee, anak-anak cenderung menjadi saksi tindakan cyberharassment, atau terlibat dalam cyberharassment. Hampir 1 dari 4 remaja mengaku menjadi target cyberharassment. Dan sebanyak dua pertiga remaja menjadi saksi perilaku kasar online, demikian menurut studi mengenai perilaku remaja di internet.
Tapi sayangnya, hanya 1 dari 10 orang tua yang sadar bahwa anak remajanya bisa menjadi target cyberharassment. Padahal maraknya social media saat ini memicu terjadinya cyberharassment. Dikatakan bahwa lebih dari 92% remaja berperilaku kasar di Facebook. Anak-anak dan remaja juga melakukan hal serupa di Twitter (23,8%), di MySpace (17,7%), dan di pesan instan (15,2%).
Rasa peduli para remaja pada cyberharassment cukup tingi. Saat melihat aksi cyberharassment, sebanyak 40% remaja menyerukan pada pelaku untuk berhenti, sementara 20,7% melaporkannya ke orang dewasa. Namun ada 6,3% remaja yang justru ikut melibatkan diri. Ketika diserang, sebanyak 65,8% remaja merespon serangan itu. Ada juga lho remaja yang meladeni cyberharassment dengan tindakan fisik, yakni sebanyak 4,5%.Melihat angka-angka di atas, agaknya para orang tua harus lebih memberi perhatian pada isu cyberharassment di kalangan anak dan remaja.
Sumber artikel: mashable.com 
Blogger Fakta, Online

Cyberharassment 3 Tahun Berakhir Bunuh Diri


Merasa wajar melakukan penghinaan atau ledek-ledekan di Facebook atau Twitter? Tidak jika pelaku dan korbannya adalah remaja, sebab itu merupakan usia rawan dimana seseorang berjiwa sangat labil dan nekad berbuat apa saja. Terlebih lagi jika cyberharassment sudah sangat berlebihan hingga terjadi bertahun-tahun.
Sebuah kasus cyberharassment di Kanada baru-baru ini berakhir tragis. Amanda Todd 15 tahun, bunuh diri pada 10 Oktober kemarin akibat merasa depresi menjadi korban penghinaan di dunia maya.  Cyberharassment yang dialami Amanda tidak tanggung-tanggung, yaitu selama 3 tahun, dan berimbas pada kekerasan fisik.
Sebelum melakukan bunuh diri, gadis itu meninggalkan pesan di YouTube dalam video berdurasi 9 menit, yakni “Saya tidak memiliki siapapun. Saya membutuhkan seseorang.”
Cyberharassment dialaminya sejak 3 tahun silam setelah seorang pria menjebaknya untuk bertelanjang dada di Webcam. Tak lama kemudian foto tidak senonohnya itu beredar di seanteo jagat maya.  Akibatnya Amanda menjadi bulan-bulanan di dunia maya dan nyata, termasuk sekolahnya. Bahkan depresi membuatnya jadi pecandu obat dan alkohol.
Bunuh diri dilakukan Amanda sebagai rasa frustasi karena si penguntit sudah mengirim foto-foto topless Amanda ke sekolah barunya.
Kasus Amanda hanya sedikit dari cyberharassment yang berakhir tragis. Sebuah studi mengatakan bahwa 1 dari 10 korban cyberharassment melakukan bunu diri. Cyberharassment hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari komentar menyerang di Facebook, SMS, pesan teks lain, Twitter, email, YouTube, dan semua media elektronik.
Sebanyak 88% anak usia 12-18 tahun mengaku menyaksikan orang melakukan cyberharassment, demikian menurut studi Pew Center for Internet and American Life. Tahun 2011. Sementara pada 2012 Dan Olweus dari University of Bergen, Norwegia, menemukan bahwa 5% dari siswa di Amerika telah melaporkan dirinya menjadi target cyberharassment. Padahal bisa jadi lebih banyak kasus yang tidak dilaporkan.
Sumber referensi: Technewsdaily
Blogger Fakta, Online

Tips Aman Untuk Orang Tua dan Anak dari Cyberharassment

Membiarkan anak-anak bermain di dunia maya tanpa pengawasan berarti membiarkan mereka menghadapi risiko kemanan yang membahayakan seperti kasus cyberharasssment. Orang-orang jahat berkedok ‘teman baru’ di internet bisa membuat anak-anak terjebak skenario jahat mereka. Oleh karena itu simak tips-tips berikut, baik untuk orang tua maupun bagi anak-anak agar terhindar dari cyberharassment.
Untuk Orang Tua:
  • Jangan ragu-ragu untuk ikut terlibat main game dan memahami permainan-permainan yang ada. Anda bisa mencari tahu game yang atraktif serta tipe aktifitas macam apa yang dilakukan di sana.
  • Bicaralah pada anak Anda tentang tipe permainan (game) yang mereka mainkan dan apakah game tersebut termasuk dalam game online.
  • Tanyakan pada anak-anak dengan siapa mereka memainkannya dan apakah chatting menjadi bagian dari game tersebut.
  • Aturan pada cara aman berinternet tidak berbeda jauh dengan saat bermain game di internet. Ingatlah hal ini. Akrabkan diri Anda dengan aturan “SMART” dan dorong anak-anak serta remaja agar melakukannya dengan baik.

Untuk Anak-anak:
  • S – Safe (Aman). Jangan memberikan informassi pribadi saat kamu chatting atau memposting di online. Informasi pribadi ini termasuk alamat email, nomor telepon dan password.
  • M-Meeting (Pertemuan). Memutuskan untuk bertemu orang asing yang dikenal di jagad maya bisa menjadi aksi yang sangat berbahaya.
  • A – Accepting (Menerima). Menerima email, pesan-pesan singkat (IM), atau membuka file seperti foto dan text dari orang yang tidak kamu percaya bisa menggiringmu ke masalah semisal virus atau pesan tak senonoh.
  • R – Reliable (Terpercaya). Seseorang yang kamu kenal di online bisa saja bohong mengenai siapa diri mereka sebenarnya dan informasi di internet juga berpotensi palsu. Lakukan cek ulang dari situs lain, buku atau dari seseorang yang mengenalnya.
  • T – Tell (Ceritakan). Kamu merasa seseorang atau sesuatu di jagad maya mengganggumu dan mencemaskanmu? Jangan ragu-ragu untuk menceritakannya ke orang tuamu atau seseorang yang kamu percaya. Hal ini berlaku juga jika kamu tahu ada seseorang yang diolok-olok di internet.
Sumber: Telegraph.co.uk
Blogger Online, Tips